Kanker Kolorektal – Salah Satu Kanker Paling Sering Ditemukan di Indonesia

Kanker kolorektal merupakan kanker terbesar ketiga diseluruh dunia jika dihitung berdasarkan penggabungan kanker pada pria dan wanita. Jumlahnya berada di bawah kanker paru paru dan kanker payudara, namun berada di atas kanker prostat dan kanker gastrik. Pada tahun 2018 jumlah kasus baru kanker kolorectal mencapai angka 1,8 juta yang merupakan 10% dari total kasus baru semua kanker di seluruh dunia. Kanker kolon merupakan kanker penyebab kematian terbesar kedua dibawah kanker paru  dengan jumlah kematian sebesar 860 ribu atau 9% dari total kematian akibat kanker di seluruh dunia.

Di wilayah Asia, kanker kolorectal menduduki peringkat kedua di bawah kanker payudara, di atas kanker prostat dan kanker paru paru. Jumlah kasus barunya yang dilaporkan pada tahun 2018 adalah 958 ribu.

Menurut data Globocan 2020, kanker kolorektal di Indonesia menduduki posisi ke empat di bawah kanker payudara, kanker serviks dan kanker payudara. Kasus baru kanker kolon menurut data ini adalah 34.189 yang merupakan 8,6% dari semua kanker baru seluruh kanker di Indonesia.

Kalau dilihat dari angka kejadian per 100.000 penduduk, kanker kolon di Indonesia memiliki angka 12,1 yang relative lebih rendah dibandingkan Korea (44,5), Jepang (38,9), China (23,7), Singapore (36,8), Thailand (15,5) dan Philippine (18,9). Meski angka kejadian per 100.000 lebih rendah dari negara Asia lainnya, namun karena jumlah penduduk Indonesia yang besar, kanker kolorektal menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup menyita perhatian di Indonesia. 

Ada 2 jenis kanker kolorektal yaitu kanker kolrektal familial (yang diturunkan) dan kanker kolorektal sporadic (tidak diturunkan). Sebagian besar kanker kolorektal adalah jenis sporadic (85%). Di negara maju jika kanker kolorektal ditemukan pada usia kurang dari 40 tahun, besar kemungkinan kanker tersebut merupakan kanker yang diturunkan. Namun kanker kolorektal yang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun di negara berkembang termasuk Indonesia, tidak berhubungan dengan kanker yang diturunkan.

Di negara maju, insiden kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun; hanya 3% yang ditemukan pada usia kurang dari 40 tahun dan berkaitan dengan kanker kolorektal yang diturunkan, dengan karakterisktik :

  1. lokasi sisi kanan;
  2. stadium lebih awal
  3. kecenderungan metastasis yang lebih kecil
  4. prognosis yang lebih baik

Di Asia dan Afrika, kasus kanker kolorektal pada usia muda juga dilaporkan dengan insiden yang lebih tinggi, 7.8, yang dapat mencapai 4-5 kali lipat dari negara maju, tetapi tak satu pun dari laporan tersebut menjelaskan tentang karakteristik biologis kanker kolorektal.

Data dari Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di periode 1996 sampai 1999 mengungkapkan bahwa ada 35,2% kasus kanker kolorektal usia muda (kurang dari 40 tahun). Sedangkan data Kementerian Kesehatan mengungkapkan kejadian kanker kolorektal di bawah 45 tahun di 4 kota besar Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Makasar dan Padang adalah 47,85%, 54,5%, 44,3% dan 48,2%.

Dibandingkan dengan negara maju, insiden pasien kanker kolorektal muda di Indonesia lebih besar. Selain itu, pasien kanker kolorektal muda Indonesia sering dirawat di rumah sakit rumah sakit dengan penyakit yang lebih progresif dan tidak memiliki respons yang baik terhadap kemoterapi. Ini akan berpengaruh pada masalah produktivitas dan keuangan keluarga, karena pasien masih di usia produktif. 

Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa kanker di daerah rectum mempunyai proporsi yang lebih besar dibandingkan kanker di daerah kolon dengan perbandingan sekitar 60%:40%. Sebagian besar kanker kolorektal merupakan jenis adenocarcinoma. Laporan dari RS Kanker Dharmais menyebutkan bahwa pasien yang datang pada stadium lanjut jumlahnya mencapai 80%. Dengan angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien  kanker kolorektal yang datang pada stadium awal jauh lebih baik ( 52.38%) dibandingkan pasien kanker kolorektal yang datang pada stadium lanjut (25.71%).

Banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit pada stadium lanjut adalah karena kesadaran masyarakat yang masih kurang mengenai kanker kolorektal (munculnya darah pada saat buang air besar sering dianggap sebagai bawasir), belum adanya program skrining kanker kolorektal yang masif yang diprakarsai oleh pemerintah, ditambah berubahnya gaya hidup dan pola makan masyarakat. 

Ada 3 modalitas screening yang sering digunakan di negara negara Asia yaitu  fecal occult blood tests (FOBT), flexible sigmoidoscopy (FS) dan total colonoscopy.  Studi cost effectiveness FOBT, FS dan colonoscopy di negara negara Asia menunjukkan bahwa FOBT adalah modalitas screening yang paling cost-effective dibandingkan dengan FS atau  colonoscopy pada usia antara 50 – 80 tahun. 

Beberapa negara Asia telah menggalakkan program screening ini, dengan tujuan  pasien kanker kolorektal dapat ditemukan pada stadium yang lebih awal sehingga mengurangi besarnya biaya pengobatan dan upaya pengobatan yang dilakukanpun bisa  lebih optimal. Singapura (dimana kanker kolon merupakan kanker peringkat pertama), saat ini  menggalakkan screening kanker kolorektal dengan menggunakan faecal immunochemical test (FIT) dan colonoscopy. Semoga Indonesia dapat segera mengikuti negara negara Asia lainnya yang telah menyelenggarakan screening kanker kolorektal untuk masyarakatnya.

Sumber:

1)Globocan 2020

2)Brey et al, Global Cancer Statistics 2018: GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries; Ca Cancer J Clin 2018;0:1–31

3)Wong et al, Prevalence and risk factors of colorectal cancer in Asia; Intest Res 2019;17(3):317-329

4)Onyoh et al, The Rise of Colorectal Cancer in Asia: Epidemiology, Screening, and Management; Current Gastroenterology Reports (2019) 21:36

5)Sudoyo et al, Colorectal cancer among young native Indonesians: A clinicopathological and molecular assessment on microsatellite instability; Med J Indones Vol. 19, No. 4, November 2010

6)Abdullah et al, Molecular profile of colorectal cancer in Indonesia: is there another pathway?; Gastroenterol Hepatol Bed Bench 2012;5(2):71-78

7)Sitorus et al, Determinan Ketahanan Hidup Lima Tahun Penderita Kanker Kolorektal Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Jurnal Pembangunan Manusia Vol 10 No.1 Tahun 2010

8)Pourhoseingholi, Epidemiology and burden of colorectal cancer in Asia-Pacific region: what shall we do now?; Transl Gastrointest Cancer 2014;3(4):169-173.